Senin, 12 September 2011


Fenomena Sosial Kemajuan Teknologi
By : Novella Dwi P.

Teknologi adalah anak kandung Abad Pencerahan dan Aufklarung yang kini jadi pembicaraan dalam arus kehidupan yang bergerak dinamis-progresif. Setiap detik produk teknologi berkembang menuju kesempurnaan. Semua dilakukan agar aktivitas manusia menjadi mudah, cepat, dan massal. Modernitas dan teknologi dipahami sebagai entitas yang berjalan linear. Teknologi yang makin canggih adalah tanda modernitas juga berkembang. Karena itu negara-negara yang tampil di garda depan kemajuan teknologi adalah negara-negara yang sekaligus jadi kiblat modernitas dan referensi bagi negara kedua dan ketiga (berkembang). Kemajuan teknologi juga menyentuh esensi vital manusia yang berkodrat sebagai makhluk sosial yang butuh interaksi dan komunikasi dengan manusia lain. Paguyuban, komunitas, organisasi adalah contoh adikarya budaya manusia untuk meneguhkan dan memartabatkan manusia sebagai makhluk sosial.

Konsekuensi dari kemajuan teknologi (informasi) adalah orang tak perlu berhadapan dan telah kenal untuk menjalin komunikasi. Komunikasi anonim juga rentan terjadi dalam teknologi informasi di internet, facebook, atau twitter yang memungkinkan seseorang berkomunikasi secara masif dan serentak. Karena bersifat massal dan simultan itulah, teknologi informasi menjelma jadi ruang public, Juergen Habermas dalam buku Perubahan Struktur Ruang Publik (1990) menjelaskan, ruang publik (politis) adalah kondisi di mana warga negara dapat membentuk opini dan kehendak bersama secara diskursif. Ruang publik teknologi(s) hadir mencuri ruang publik sosial komunal yang dulu adalah media bagi masyarakat untuk sambung rasa (berkomunikasi). Teknologi informasi dari yang paling ecek-ecek pun berpotensi menciptakan ruang publik teknologi. Ruang publik itu menjelma ruang sosial maya; subjek yang terlibat komunikasi tidak bertemu secara fisik. Subjek pengguna teknologi hadir di ruang global yang menembus batas geografis, kultural, agama, suku, dan entitas lain yang sulit ditemukan dalam ruang publik konvensional. Teknologi komunikasi menciptakan adagium, yang dekat makin jauh, yang jauh makin (terasa) dekat. Itu terjadi, misalnya, ketika dalam seminar atau rapat, peserta masih sempat ber-SMS, chatting, update status facebook, atau berkicau di twitter. Mereka menegasi atau mengalienasi diri dari ruang publik konvensional (seminar) untuk tergoda dalam ruang publik teknologi yang maya itu.

Anehnya, tidak ada yang “kecewa” ketika ruang publik konvensional mengalami reduksi. Dalam arti, subjek dalam ruang publik itu larut dalam ruang publik maya yang dihadirkan teknologi. Semua seperti mengamini fenomena sosial yang diluluhlantakkan teknologi.
Tanpa Sekat Ruang publik teknologi mengalami ambiguitas ketika hadir dalam masyarakat yang sebetulnya tumbuh dalam kultur komunalisme yang mengandaikan pertemuan langsung antarsubjek (unsur) masyarakat untuk bertemu secara fisik. Pertemuan antarsubjek pada suatu waktu dan tempat dianggap peranti untuk menciptakan komunikasi dan ruang publik. Namun kini ruang teknologi tumbuh menggusur ruang komunalisme konvensional. Ruang publik teknologi menjanjikan dunia tanpa sekat, dunia egaliter, (mungkin) tanpa etika daripada ruang publik susungguhnya. Syarat agar ruang publik politis dapat berjalan dengan baik, sebagaimana kata Habermas, adalah inklusif, egaliter, dan bebas tekanan (F Budi Hardiman: 1996).

Ketiga domain itulah yang sulit ditemukan dalam ruang publik konvensional ketika eksklusivitas, stratifikasi sosial, dan represi dari pemimpin masih rawan terjadi di ruang publik konvensional. Budaya masyarakat yang masih merasa risi untuk bebas bersuara atau mengkritik secara langsung di depan forum juga menjadi penghambat kebebasan untuk hadir secara maksimal di ruang publik konvensional. Lantas, teknologilah yang mampu menjadi katarsis dan katup pelepas untuk meneguhkan ketiga domain. Dalam ruang publik teknologi, prasyarat komunikasi antara subjek komunikasi (unsur masyarakat) dalam “ruang publik konvensional” sebagai kesatuan yang tak bisa saling intervensi menemukan eskapismenya.

Ruang publik konvesional yang tumbuh dalam etika, norma, trapsila, dan subasita menjadi penghambat untuk independensi dalam komunikasi di ruang publik tersebut. Ruang publik teknologi ñ SMS, telepon, facebook, twitter — menjadi pemecah kebuntuan semua itu. Ruang publik teknologi hadir dengan minimalisasi sekat dan mencoba untuk benar-benar tanpa sekat.

Sudut Pandang Sosiologi
Teknologi sebagai fungsi kebudayaan memfasilitasi manusia untuk mampu dan lebih mudah mengelolah dan memanfaatkan lingkungan alamnya guna memenuhi sejumlah kebutuhannya. Dengan kapasitas budaya dalam bentuk kemampuan kognitif dan kreatif, manusia menciptakan dan mengembangkan teknologi sebagai salah satu wujud nyata dari kebudayaannya.
Sistem teknologi untuk masyarakat membawa konsekuensi bagi terwujudnya kondisi sosial budaya dan ekologis. Pada sisi sosial muncul dan berkembang suatu pola hubungan dan organisasi kerja, bentuk dan pola interaksi yang sesuai dengan tuntutan sistem kerja teknologi, sedangkan dari sisi budaya, berkembangnya wawasan dan sistem pengetahuan seiring dengan semakin kompleksnya masalah yang muncul yang memerlukan pengananan yang sesuai, dan pada sisi ekologi berupa terjadinya pola pemanfaatan lingkungan yang semakin intensif yang menyebabkan lingkungan alam mengalami penurunan kualitas. Sistem teknologi menggiring masyarakat pada posisi yang bertransformasi dengan mengubah tatanan lama menjadi suatu bentuk struktur baru yang lebih kompleks. Dengan demikian sistem teknologi adalah merupakan fungsi bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.

Sudut Pandang Antropologi
Ketidakrelevanan terhadap kekinian Indonesia, itulah kata-kata langsung yang bisa menggambarkan masalah antropologi saat ini Antropologi memusatkan perhatiannya kepada masyarakat primitif. Perhatian ini timbul karena ada sesuatu yang dianggap sebagai keganjilan pada tingkah laku masyarakat tertentu, yaitu pada masyarakat pedalaman-pedalaman karena hidup pada jaman sekarang yang dibilang moderen,memang sungguh ironis. Akan tetapi lama-kelamaan, mereka tidak lagi melihat tingkah laku itu sebagai sesuatu yang ganjil, melainkan sebagai sesuatu yang masih dekat dengan alam, dan masih berada dalam tahap perkembangan sebagai wujud bentuk penghormatan terhadap alam yang mereka tempati.
Di Indonesia memang kaya sekali akan suku-suku bangsa yang dimiliki,sungguh ironis  memang dibalik kehidupan masyarakat yang primitif yang hidup dalam pedalaman yang jauh dari kemajuan teknologi justru  masih mempunyai nilai-nilai masyarakat sebagai wujud cermin kehidupan bangsa indonesia itu sendiri. Dibanding dengan kehidupan perkotaan bahkan merambah ke kehidupan pedesaan yang telah merasakan kemajuan teknologi yang bertujuan memudahkan kegiatan kehidupan mereka sehingga semakin majunya teknologi ini masalah-masalah sosial dan masalah-masalah antropologi berkembang kompleks sehingga seakan-akan manusia diperdaya dengan kemajuan teknologi. Kondisi yang semacam itu tentu menimbulkan Semakin merosotnya nilai-nilai manusiawi oleh berkembangnya teknologi di kota dan didesa yang telah merasakan kemajuan teknologi.
Sudut Pandang Psikologi
Kemajuan teknologi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat dan merupakan bagian dari proses manusia itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisas. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Hal ini mendorong manusia yang secara psikologis memiliki kebutuhan-kebutuhan untuk melaksanakan kehidupan, tentu kebutuhan-kebutuhan manusia ini mendorong manusia untuk bergerak agar dapat memenuhi kebutuhannya tidak menutup kemungkinan semakin majunya teknologi cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yang tidak dibenarkan. Disamping itu manusia memiliki potensi-potensi yang cenderung mengikuti hal-hal yang dianggapnya sebagai suatu kemajuan. Rumput tetangga lebih kelihatan hijau disbanding rumput dihalaman rumah sendiri, peribahasa itu mencerminkan karakter manusia Indonesia yang cenderung lebih melihat dunia luar dari pada dunia timur yang sebagai karakter bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Contohnya meniru gaya barat dari cara berpakaian sampai dengan gaya hidup, ini memang tidak bisa dpungkiri ketika orang indonesia melakukan hal semacam itu karena adanya suatu stimulus kepuasan sebagai manusia.
Kemajuan teknologi yang mendorong manusia untuk melakukan aktifitas kehidupan yang instan, ini menimbulkan beberapa dampak psikologis yang dirasakan manusia yang menikmati kemajuan teknologi.
Keinstanan ini tentu sangat berakibat kepada manusia itu sendiri yang sangat tergantung dengan elemen-elemen dari kemajuan teknologi itu.

Sudut Pandang Politik
Dari sudut pandang politik, aspek organisasi dalam teknologi menjadi aspek yang paling krusial. Aspek ini lebih banyak membahas hal-hal yang berkaitan dengan administrasi dan kebijakan public. Aspek ini lebih banyak berbicara mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan desainer, ahli mesin, teknisi, pekerja produksi, dan pengguna teknologi itu sendiri. Di sisi lain beberapa pihak melihat teknologi dari aspek teknisnya saja yang mengatakan bahwa teknologi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan mesin, teknis, pengetahuan, dan segala aktivitas untuk membuat sesuatu bekerja.

Kesimpulan sebagai sumbangan pemikiran dari kemjuan teknologi
Pada tahun 1960-an, alat transportrasi baru bernama snowmobile diperkenalkan di Amerika Utara. Alat ransportasi yang dikendarai seperti motor dan digunakan di daerah bersalju ini dimanfaatkan oleh masyarakat di Kanada dan wilayah utara Amerika untuk membantu pekerjaan mereka. Misalnya, di Swedish-Lapland, snowmobile dipakai untuk menggembala rusa yang menjadi mata pencaharian masyarakat di daerah tersebut. Di Canada’s Banks Island, snowmobile membantu orang-orang Eskimo untuk berburu rubah yang kemudian bulunya akan dipanen.
Contoh di atas menunjukkan bahwa teknologi dimanfaatkan dengan cara berbeda oleh masyarakat yang memiliki latar belakang budaya berbeda. Setiap masalah yang mereka hadapi dapat diatasi dengan menggunakan teknologi. Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa teknologi berkaitan dengan permasalahan dan memperkuat argument bahwa teknologi secara kultural, moral, dan politik bersifat netral.
Di sisi lain ada pihak-pihak yang berpendapat bahwa teknologi merugikan dan jauh dari nilai-nilai masyarakat. Nuklir dan polusi yang berasal dari limbah teknologi merupakan satu bentuk contoh mengapa teknologi dianggap sebagai hal yang merugikan. Bentuk kerugian tersebut tidak dapat membenarkan argument bahwa teknologi hanya membawa keburukan bagi masyarakat. Karena baik-buruknya teknologi kembali pada bagaimana dan untuk apa penggunaan teknologi itu. Teknologi dapat dikatakan merugikan bila disalahgunakan untuk misi politik, militer, bisnis, dll.
Teknologi dapat dikatakan bersifat netral bila dilihat dari aspek mesin dan prinsip bekerja. Akan tetapi, jika kita melihat dari sudut pandang aktivitas manusia disekeliling mesin tersebut, termasuk praktik penggunaannya, teknologi tidaklah bersifat netral.
Permasalahan yang muncul saat ini adalah teknologi cenderung menjadi istilah yang ambigu dan membingungkan. Sebagai contoh, istilah-istilah medis yang memiliki makna berbeda-beda, namun, pada dasarnya, walaupun praktik medis berbeda, tetaplah hal itu terdiri dari ilmu dan teknik yang bermanfaat di setiap negara. Disini kita dapat menggarisbawahi bahwa pengetahuan, teknis, dan prinsip memiliki universal validitas yang dapat diterapkan di belahan dunia manapun.
Untuk merumuskan definisi teknologi, aspek sosial dan manusia penting diperhatikan. Hubungan social dan social control teknologi cenderung memfokuskan pada organisasi, khususnya menekankan pada rencana dan administrasi, manajemen penelitian, regulasi dan penyalahgunaannya, dan organisasi professional antara scientists dan technologists.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar